Peluk Yang Terjeda

Judul: Peluk Yang Terjeda

Penulis: Fairuz Adzkia, dkk.

Editor & Layouter:

Maesi Tee

Diterbitkan Oleh CV. Penerbit Puspa Grafika

Cigobang, Kab. Brebes, Jawa Tengah 52276

puspagrafika@gmail.com

Web: puspagrafika.com

(085 325 068 451)

ISBN: 978-623-6667-28-6

Sinopsis:

Peluk yang Terjeda

Sehimpun puisi yang sudah mekar di
labirin-labirin lelahmu
Rasa-rasanya kita ingin bertamu
Menuai temu
Berjabat syahdu
Memperduduk rindu

Adakah bait-bait teduh bermahkota
jingga?
Yang bertumbu di selah-selah bebatuan
yang karam
Tenggelam bersama kisah yang kelam

Bahwasanya dendam tak cukup terbayar
jika hanya saling teersenyum
Nantinya, akan berimbas pada peluk
yang terjeda
Nestapa yang bertumpuk-tumpuk
Nelangsa yang tak berkesudahan
Hingga merana yang kian meraja lela.

 

 

22 AGUSTUS
Oleh : FoxtrotKilo

Malam itu
Sinar rembulan kian meredup
Menatap dirimu yang kian membeku
Aku yakin, kita tak akan lagi bertemu

Malam itu
Dengan segala egoku
Kuabaikan dirimu yang bertarung
bersama maut
Hingga kau memilih untuk menyerah

Air mata tak lagi bisa mewakili segala
bentuk penyesalanku

Semesta membawamu pergi di malam itu
Semesta kecewa kepadaku
22 Agustus, aku kehilangan dirimu

Malam ini
Kita kembali bersua
Di mana kau yang telah damai bersama
semesta
Sedang aku masih diam menatap sendu
pusaramu

 

SENDU
Oleh : FoxtrotKilo

Menggertak
Batin berteriak
Tak mampu beranjak
Rindu ini terjeda oleh jarak

Meramu rasa yang abstrak
Bertemu dalam sajak
Kembali terjebak
Sesak

Beku
Awan mengabu
Lidah pun kelu
Tak lagi mampu beradu

Kita tak ditakdirkan bersatu
Temu hanyalah semu
Meski beradu
Sendu

Gorontalo, Oktober 2020

Tentang Penulis Gadis yang lahir pada bulan November tahun 2000 tersebut berkeinginan menjadi seorang penulis
sekalipun dia tengah berjibaku bersama angka-angka. Akai, begitulah dia disapa oleh teman-temannya, gadis itu sangat pandai bermain peran dan mengendalikan perasaannya. Berhatihatilah jika bercerita tentang perasaan
padanya dan jangan mencari tahu lebih banyak tentangnya.

 

TANPAMU
Oleh : Faridatunnisa

Fikir melayang sebatas aku
Tersesat….
Tak mengerti….
Hanya melayang-layang tanpa pasti
Dunia justru tak berisi
Semua suram…
Buram tak berwarna
Tak bermakna
Terasa nyeri dalam dadaku
Perih…..
Terluka…

Seolah berdarah dan menganga disana
Aku tau ini salah ku
Tanpa mu ku lukai diriku
Dengan pemikiran terbatas ku
Dan dengan bodoh berkali-kali q lakukan
itu

Tentang Penulis
Faridatunnisa, lahir pada 11 januari 1997, brebes. Saya santri yang sudah lulus MA, dan masih menduduki bangku
kuliah.

 

KISAH PERTEMUAN
By. Pande Novi

Ada kalanya pertemuan diwarnai oleh
Suka
Ada kalanya pula duka yang menyelimuti
pertemuan
Setiap pertemuan selalu memiliki kisah
tersendiri
Apapun bentuk pertemuannya,
bagaimanapun kisahnya…
Yakinlah bahwa setiap pertemuan pasti
bermakna
Tetaplah berbuat baik pada tiap
pertemuan
Walaupun nantinya setiap pertemuan
akan diakhiri dengan perpisahan
Perpisahan yang sebenarnya cara untuk
bersatu kembali dalam pertemuan
abadi…

SEMU dalam TEMU
By. Pande Novi

Gundah kurasa batinku…
Angin menerpa kembali,
menghembuskan debu dalam
perjalananku
Meliukkan kesemuan duniaku,
Layaknya angin yang menerpa
pepohonan
Namun, aku harus tetap kokoh bertahan!
Bertahan hingga akhirnya mencapai
pertemuan abadi dengan-NYA
Semoga “Benteng Berkat-NYA” bisa
mengantarkanku pada titik kedamaian
itu
Tidak hanya Semu seperti saat ini
Semu dalam Temu
Temu yang hanya cukup menghalau debu
dalam perjalananku pada-NYA.

Tentang Penulis
Pande Novi Lahir di Denpasar, 18 November 1987, menamatkan Pendidikan Formal terakhir di Program
Studi Magister Kebidanan. Dalam keseharian bekerja sebagai Dosen Kebidanan di salah satu Perguruan Tinggi
Swasta di Bali, sejak tahun 2010. Memiliki hobi menulis yang mulai “ditemukan” kembali dalam masa pandemi ini. Untuk dapat terhubung dengannya melalui email pandenovi18@gmail.com

 

SENYUM TEMU HARI BARU
WAFKAFA

Usai sudah masa SMA
Kusambut hari baru meraih asa
Nafas-nafas penuh cira
Di suasana kampus tercinta
Hari baru kita bersama
Gempita tangis dan tawa
Pertemuan ini bukanlah akhir sebuah
kisah manusia
Untuk meraih cita membangun bangsa
Bersama tangis dan tawa
Di sela lorong kampus tercinta
Indah cinta kasih asmara
Tiada terasa usia kita

Untaian kata mutiara
Menghias syahdu taman syurga
Dalam rengkuh kasih Sang Maha Cinta
Meniti jalan meraih asa
Kampus tercinta penuh cerita
Mengolah kata membuat karya
Untuk bangsa dan negara
Pertemuan ini kisah yang kukenang
selamanya
Indah cerita tangis dan tawa
Gempita bersama menghias kisah kita
Kampus kecilku tercinta
Menuliskan kisah seribu bahasa
Kisah anak manusia meraih cita
Bersama kita dalam kasih mesra
Kampus kecil tercinta.

 

BERTAMU TANPA TEMU

Dalam perencanaanmu yang begitu yakin
Aku masih setengah merencakan
Padahal rindu selalu menggebu

 

Waktu juga mendorong dengan candu
Tak ada lagi luka yang membiru
Meski bertamu tanpa temu

Dalam pertemuan yang belum sampai
Yang masih belum terjadi
Membuat penyesalanku tak mau mencari
jati diri

Kamu bilang; kita telah usai
Aku bilang; itu belu terjadi
Karena serangkaian rindu bertamu tanpa
temu.

                                      Prabuwijaya Pewe
                                      Baebunta

 

PELUK YANG TERJEDA

Sehimpun puisi yang sudah mekar di
labirin-labirin lelahmu
Rasa-rasanya kita ingin bertamu
Menuai temu
Berjabat syahdu
Memperduduk rindu

Adakah bait-bait teduh bermahkota
jingga?
Yang bertumbu di selah-selah bebatuan
yang karam
Tenggelam bersama kisah yang kelam

Bahwasanya dendam tak cukup terbayar
jika hanya saling teersenyum
Nantinya, akan berimbas pada peluk yang
terjeda

Nestapa yang bertumpuk-tumpuk
Nelangsa yang tak berkesudahan
Hingga merana yang kian meraja lela.

Prabuwijaya Pewe
Luwu Utara

 

`SEHIMPUN LUKA TANPA SUKA

Adinda …
Izinkan daku memenjarakan sekelumit
duka
Memasungnya dalam keterasingan

Lalu, kita merayakannya
Sebagai wujud rasaku yang menggebu
Tanpa dendam
Meski sehimpun luka tanpa suka masih
merajai

Tak perlu cemas
Apalagi berkemas
Cukup terdiam
Dan nikmati perayaan kita
Adindaku …

Tentang Penulis
Luwu Utara, 06 Juli 2020 Prabuwijaya Pewe, seorang lelaki Aries yang gemar memangku rindu. Baginya,
menulis adalah tuangan perasaan dan pemikiran agar kelak rindunya tak perlu lagi memberontak dan tak juga menagih janji untuk mengabadikannya.

 

ANGIN KERINDUAN
Oleh : F. Adzkiya

Hai, bagaimana kabarmu?
Aku harap kamu baik – baik saja disana
Aku baik disini
Hanya pusing sedikit
Memikirkan sebuah pertemuan
Yang tak tau kapan kan bersua
Kenapa aku sangat mengharapkannya?
Entahlah,
Aku terlalu berharap kepadamu
Maaf,
Malam ini dingin

Sedingin perasaan yang sudah membeku
Perasaan suka dan ingin sekali akan temu
Apa kau tau?
Disini, aku sedang merindukanmu

 

PESAN BARUKU
Oleh : F. Adzkiya

Hai malam,
Aku sudah lama tak merangkai kata
Bolehkah aku memulainya lagi?
Aku suka kata – kata
Aku suka bait dan sajak

Aku suka denganmu
Dengan kata – katamu
Dengan bait sajakmu
Dengan dirimu

Aku beritahu kamu satu hal

Tentang kata ‘Rindu’
Ternyata Ia membuaku candu
Candu akan rasa ingin temu
Bertatap muka, bertukar kata
Dari berbagai cerita tentunya

Aku percaya
Allah itu Maha Adil
Kenapa kita saling kenal
Kenapa kita saling suka
Kenapa kita saling cinta
Semua itu ada alasanya

Aku hanya bisa berharap dengan dea
kata
“Yaa Allah” dan “Semoga”

“Yaa Allah, Semoga Engkau petemukan
aku dengannya

4 September

MENGUKIR RASA
Oleh : F. Adzkiya

Kehangatan membalut kalbu
Karna temu yang bersua
Walau rintik mulai jatuh dari atas
cakrawala
Namun itu tak menghancurkan suasana

Saling bertukar cerita
Kopi hitam menemani pertemuan
Canda tawa memecahkan suasana
Rintik berhenti, senjapun tiba

Dunia serasa milik berdua
Akankah senja selanjutnya akan tiba?
Semua kita harapkan datangnya
Hingga kemudian

Rasa nyaman mulai terukirkan
Hingga muncul rasa ingin
mempertahankan
Namun ini baru benih
Benih harapa masa depan
Masa depan yang diimajinasikan
Diimpikan dan sangat ingin terkabulkan

_Marwa, 202

 

CURAH HATI DENGAN KATA
Oleh : F. Adzkiya

Hai kamu,
Semoga kamu baik saja di sana
Aku juga baik

Hai apakah kamu tahu?
Aku sedang merindu
Merindukan sosokmu
Merindukan senyum tawamu

Aku merindukan pertemuan
Seperti senjakala yang berlalu waktu itu

Seperti suasana sejuk, segar waktu itu
Seperti rasa nyaman di dekatmu waktu itu

Aku merindukannya

Akankah temu akan kembali berasua?
Aku sangat mengharapkannya
Pertemuan yang nyata
Bukan hanya virtual belaka

Semoga Allah sudah merencanakannya
Temu yang lebih indah dari senja
Temu yang lebih indah dari sebelumnya

Kampung damai, 12 Desember 2020

Tentang Penulis
F. Adzkiya yang lahir bertepatan dengan hari ABRI ini memiliki zodiac Libra. Ia sangat ingin menggapai impiannya untuk menjadi seorang Penulis yang bukunya bisa menjadi Bestseller. Ia percaya bahwa suatu saat karyanya akan
dikenal oleh banyak orang dan melalui support dari orang – orang tercintanya, ia giat menciptakan karya karyanya.

 

JINGGA DAN SENJA
Oleh : Al El Rouf

Semburat jingga di Cakrawala
Menghiasi langit waktu snja
Kadang aku bertanya
Kenapa jingga dan senja bersama?

Mereka bertemu
Beriringan menjadi satu
Semestapun tergugu
Akan keindahan pesonamu

Aku iri tentang mereka
Bertemu, melebur jadi Satu
Tidak seperti kita
Bertemu, terpisah, lalu terluka

Darunnajat, 20 November 2020

TITIK TEMU
Oleh : Al El Rouf

Hujan sudah reda
Namun, tak Nampak pelangi di langit
cakrawala
Jika kau tengok ke atas sana, Kekasih.
Kau hanya akan menemukan awan putih

Hari sudah sore
Sebentar lagi senja
Yang kerap membawaku ke angan –
angan tercipta
Menikmati surge di penghujung hari
bersamamu

Kekasih, ini adalah waktuku. Senja
Snja tak mesti datangnya di musim hujan
Seperti sekarang hujan di sore hari
Membuat mentari kehilangan
kengkuhannya
Membuat senja kehilangan pesonanya

Kekasih, itulah diriku
Seperti senja yang tak mesti datangnya
di musim hujan
yang tetap tetap menghilang di saat
kamu membutuhkan kekasih.
Tapi ingat!
Tak selamanya musim hujan ini

Tak selamanya musim hujan
Pada saat itulah senja akan menemanimu
setiap saat
Memeluk erat hangat tubuhmu dengan
segumpal kenangan yang melekat
Tunggulah waktu itu
Di saat kita bersatu
Di saat kita bertemu

Darunnajat, 20 November 2020

Tentang Penulis
Saya adalah manusia biasa yang masih banyak belajar. Orang – orang memanggil saya Ka Al. Para sastrawan
mengenalku Al El Rouf. Dan Orang Tuaku memberiku nama Alsun Puseh. Asli orang Sunda. 18 tahun lalu aku dilahirkan, 18 tahun lalu pula aku tercatat menjadi Penduduk kota Brebees, 12 tahun lalu aku ada di sana. 6 tahun lalu aku ada di sana. 3 tahun lalu aku ada di sini. Dan sekarang, aku ada di mana – mana.

 

SENJA
Oleh : Rina Dwi

Ditengah senja terhampar
Dan dibawah semilir angina
Aku terpana dengan sosok yang
membuyarkan lamunanku
Semburat senyummu merekah seketika
Bahkan,
Mengalahkan indahnya bunga ketika
merekah di waktu pagi
Tanpa sengaja
Senyummu mengalahkanku dari senja
Hingga senja merajuk
Dan berlalu dari hadapanku

Tak kusangka senja meneteskan
gerimisnya
Jalanan kotapun basah kernanya
Semerbak sanja raib entah kemana
Sayup lesu angina merajuk ikut menyapa
Tentang kau dan kamu
Si Pemanis aroma senja

Di bawah senja yang gerimis

CATATAN RASA
Oleh : Rina Dwi

Mungkin kala itu
Senja yang paling indah yang pernah
kutemui
Senja yang bertabur gerimis
Yang berbalut hangat
Ketika duduk bersanding denganmu
Dengan menikmati aroma kopi yang
pekat
Ditemani canda dan tawa yang silih
berganti
Rasa gugup menghantui

Namun, dengan melihat semburat
senyummu
Semua sirna, lenyap
Dan rasa gugup itu berujung nyaman
Akankah ada senja indah berikutnya?
Yang akan kutemui bahkan lebih indah
lagi?
Aku berharap Tuhan sudah
merencanakanya

Senja Ahad

Tentang Penulis
Rina Dwiyanti, Mahasiswi jurusan Pertanian S1 ini Lahir di Banyumas pada tanggal 21 Maret 2000. Senja dan Kopi
adalah inspirasinyaketika sedang merangkai kata – kata. Menulis bukan menjadi keahliannya. Namun, kesenangannya dalam merangkai kata – kata membuatnya tertarik kedalam dunia kepenulisan.

 

BERJALAN KE ARAHMU
Oleh : Jumardan

Kau bilang itu hitam?
Aku menggeleng
Kau bilang itu putih?
Aku mangangguk

Padahal kita baru saja tahu
Itu bukan siapa-siapa
Dan bukan apa-apa
Hanya seterang cahaya yang berjalan ke
arahmu.
Jumardan

Luwu Utara, 23 Mei 2020

BERGERAK DI RERUMPUTAN
Oleh : Jumardan

Separuh ingatanku menjalar
Menjauhi pikiran-pikiran kalutku
Menjarahnya dengan berbagai cara
Inikah nafsu?
Inikah benci?
Seperti angin yang bergerak di
rerumputan

Ingin rasanya aku teriak
Berkata lantang tanpa ragu
Bahwa marah belum tentu sakit

Inikah nafsu?
Inikah benci?
Seperti angin yang bergerak di
rerumputan.
Jumardan

Sabang, 27 Mei 2020

Tentang Penulis
Jumardan adalah seorang bujang kelahiran Maret 1991. Ia ingin hidup bersama sastra yang berada di lambung
kebahagiaan.

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *